Pages

Kamis, 09 Juni 2011

CINTA..........

Tuhan.......
Saat aku mencintai seseorang teman
Ingatkanlah aku bahwa ada sebuah akhir
Sehingga aku tetap bersama yang tak pernah berakhir


Tuhan.......
Ketika aku merindukan seseorang kekasih
Rindukanlah aku kepada yang rindu cinta sejati-MU
Agar kerinduanku terhadap-MU  semakin menjadi

Tuhan....
Jika aku mesti mencintai seseorang
Temukanlah aku dengan orang yang mencintai-MU

Tuhan.......
Ketika aku sedang jatuh cinta
Jagalah cinta itu
Agar tidak melebihi cintaku pada-MU
Tuhan......ketika aku berucap "aku cinta pada mu"
Biarlah  kukatakan kepada yang hatinya tertaut pada-MU
Agar aku tak jatuh dalam cinta yang bukan karena -MU

Sebagai orang yang bijak berucap......
Mencintai orang bukanlah apa-apa
Dicintai seseorang adalah sesuatu
Dicintai oleh seseorang yang kau cintai sangatlah berarti
Tetapi dicintai oleh sang pencipta adalah segalanya......

Rabu, 08 Juni 2011

KISAH HIDUP AHMAD

Dipagi hari yang sunyi, suara ayam berkokok membangunkan orang-orang untuk melaksanakan ibadah. Ahmad pun bangun dari tidurnya yang lelap. Kedua orang tuanya  telaH menunggu Ahmad untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah. Setelah selesai sholat, kakak perempuan Ahmad yang bernama Sumiati, mengajak Ahmad untuk bersiap-siap berangkat sekolah karena sekolah Ahmad dari rumahnya sangat jauh sekali.
              Karena di pondok Sumiati libur, Sumiati pun pulang ke rumah untuk membantu kedua orang tuanya. Seperti biasanya, Sumiati mengantarkan adiknya ke sekolahan menggunakan sepeda unta.Di tengah jalan Ahmad pun bertanya pada kakaknya, Sumiati, “Mbae kenapa ya sikap Umi sama Abah berbeda, gak seperti biasanya.” Dengan wajah heran, Sumiati menengok ke adiknya, ”Gak seperti biasane pie to le?” Ahmad menatap tanah yang dilewati roda sepeda undanya, “Iya nggak biasa,sepertinya ada sesuatu yang di sembunyikan dari kita.”
“Wis toh le, ojo ngono, insyaAllah gak ada apa-apa sama Umi dan Abah.” Di dalam hati Sumiati seperti teriris-iris karena tidak dapat menceritakan pada adiknya si Ahmad bahwa orang tua mereka akan bertransmigrasi kepulau Sumatra dan Ahmad yang masih sekolah kelas dua SD ini akan tetap tinggal di Jawa, tidak diajak oleh orang tuanya bertrasmigrasi.
“Wis yo le ojo mikir sing aneh-aneh!” Kata Sumiati pelan.
“Iya mba.”Kata Ahmad. Akhirnya sampailah mereka berdua di sekolah Ahmad. Sebelum masuk ke kelas, Ahmad mencium tangan si Sumiati.
”Belajar sing pinter yo le, jangan nakal di sekolah, ingat pesan-pesan Umi dan Abah.” Kata Sumiati menasehati. Ahmad menjawab, “iya mba.” Setelah Ahmad masuk kelas Sumiati pun lekas pulang. Sampai di rumah, Sumati di panggil oleh kedua orang tuanya,”Ndok rene Umi sama Abah mau ngomong.” Kata orang tuanya. ”Ya Mi, Bah, ada apa?” Sumiati sambil mendekati kedua orang tuanya.
“Ndok Abah sama Umi mau bertransmigrasi ke Pulau Sumatra, jaga diri kamu dan adikmu baik-baik ya!” Kata abah Sumiati.
“Umi....Abah kenapa harus bertransmigrasi, kita kan sudah punya rumah dan Abah sama umi sudah punya pekerjaan di sini, apa itu semua ngak cukup?” Kata Sumiati menangis.
“Bukan begitu Ndok...” Abah Sumiati pun ingin menjelaskannya.
“Pekerjaan Abah sama Umi di sini tidah bisa mencukupi biaya sekolah kalian berdua, Abah sama Umi ke Sumatra untuk mengubah nasib kita, agar Kamu dan Ahmad tetap bisa menuntut ilmu.
“Terus kalau Sumi ke pondok, Ahmad sama siapa Bah, Mi? Ahmad masih kecil.” Kata Sumiati. Abah sama Umi menitipkan Ahmad pada Pak De Hasan.
“Apa!!! Pada Pak De Hasan???” Kata Sumiati kaget.
“Iya Ndok, memang kenapa dengan Pak De Hasan, kok Kamu kaget seperti itu?”
“Umi...Abah, istri Pak De Hasan kan tidak terlalu suka dengan keluarga kita, terus bagaimana dengan nasib Ahmad?” Kata Sumiati.
“Wis toh Ndok, ora usah su’udzan begitu, tidak baik, itu kan masa lalu, lagi pula Abah sama Umi sudah matur ke Pak De Hasan. Kalau Ahmad di titipkan di rumahnya dan pak de Hasan sama istrinya menerimanya, jadi kamu tenang saja ya Ndok!” Abah Sumiati pun menenangkan Sumiati.
“Sekarang Umi sama Abah mau beres-beres, Umi dan Abah harus berangkat hari ini juga.” Kata Umi.
“Terus bagaimana dengan Ahmad, Umi...dia masih sekolah, masa Umi dan Abah gak pamitan dulu dengan Ahmad, dia pasti sedih sekali.” Kata Sumiati.
“Tidak, Umi dan Abah tidak maumenunggu Ahmad pulang, karena Umi takut dia tidak membolehkan Umi sama Abah pergi.” Kata umi Sumiati.
                Beres-beres pun sudah terselesaikan, umi dan abah Sumiati  berpamitan pada Sumiati.
“Sumi, Abah dan Umi mau pamit..., jaga diri kamu dan adik kamu baik-baik ya...? Datanglah ke Sumatra jika sekolahmu dan adik kamu sudah terselesaikan.” Kata abah Sumiati.
”Iya Bah...Mi, hati-hati di jalan, Sumi dan Ahmad pasti akan merindukan Umi dan Abah.” Kata Sumiati sambil menangis. Akhirnya merekapun berpisah dengan hati yang menyedihkan.
                  Ahmad yang di kelas sedang belajar dengan asyik, tiba-tiba datang Afif anak Pak De Hasan.
”Mad, kok kamu gak ikut orang tuamu bertransmigrasi...?” Kata Afif bertanya.
“Apa!!! Umi dan Abah bertransmigrasi???” Ahmad pun berdiri dari posisi duduknya.
”Iya, kemarin orang tuamu ke rumahku, katanya hendak bertransmigrasi ke Sumatra.” Kata Afif. Ahmad yang tadinya diam kemudian menangis dan lari keluar untuk pulang ke rumah. Di tengah jalan, karena Ahmad lari dengan kencang, kaki Ahmad tersandung dan terjatuh. Ahmad pun tambah menangis dangan kencang
“Umi....Abah, jangan tinggalin Ahmad.” Ahmad kemudian bangun dan meneruskan larinya.Sumiati yang di rumah sangat kebingungan, bagaimana kalau adiknya pulang nanti. Sumiati bingung hendak berbicara apa kepada adiknya si Ahmad dengan tidak adanya orang tua mereka.
                Tiba-tiba terdengar suara tangisan yang menggerong-gerong dari luar rumah.
“Umi ..Abah, jangan pergi...!!!” Terdengar suara Ahmad yang sepertinya sangat sedih sekali. Sumiati pun langsung berlari menuju keluar rumahnya.
”Ada apa Le kok kamu menangis seperti itu?” Kata Sumiati.
“Mbaa!!!” Ahmad pun langsung memeluk Sumiati.
“Ya Allah tabahkanlah adik hamba, jangan buat hati dia sedih.” Kata Sumiati dalam hati.
“Mba, kenapa Umi dan Abah pergi?” Kata Ahmad sambil menangis tersedu-sedu.
“Le kamu tau dari siapa kalau Umi dan Abah pergi?” Kata Sumiati bertanya.
“Kata Afif tadi di sekolah.” Ahmad menjawab.
“Le, Umi dan Abah bukan meninggalkan kita di sini, karena Umi dan Abah sayang sama kita. Umi dan abah bertransmigrasi untuk menggubah nasib keluarga kita, agar kita tetap bisa menuntut ilmu.” Kata Sumiati menenangkan Ahmad.
“Terus kapan kita bisa bertemu Umi dan Abah?” Kata Ahmad.
“Kita bisa bertemu kalau kita sudah selesi sekolah. Jadi kamu harus rajin sekolahnya agar cepat selesai dan kita akan menyusul Umi dan Abah di sana.” Kata Sumiati. Akhirnya Ahmad terdiam dari tangisnya.
    Pondok Sumiati telah masuk kembali. Diapun harus meninggalkan rumah. Maka, sebelum berangkat, dia mendatangi kelaurga Pak De Hasan dan menitipkan Ahmad sesuai dengan amanah Abah dan Uminya. Dengan sangat berat hati, Sumiati melepas Ahmad, begitu pula yang dirasakan oleh si Bungsu Ahmad, dia melepas kepergian sang Kakak dengan air mata terurai.
    Waktu berjalan terus tanpa mampu diundur kembali. Ahmad kini telah hidup bersama dengan keluarga Pak Hasan. Apa yang selama ini ditakutkan Sumiati telah menunjukkan kebenarannya. Pak Hasan berjiwa keras dan otoriter, tidak salah jika setiap hari Ahmad disuruh membantu dirinya bekerja, salah satunya adalah memanen buah kelapa yang telah tua untuk dijual atau dijadikan sebagai kopra. Ahmad adalah anak yang patuh, dia tidak pernah mengelak setiap beban yang ditimpakan padanya. Inilah yang menyebabkan dia disuatu hari harus terkapar di tempat tidur karena sakit.
    Di suatu hari yang cerah, Pak Mahfudz, Paman Ahmad datang menjenguk Ahmad. Keprihatinan melanda hatinya ketika menjumpai Ahmad yang terlihat semakin kurus.
“Paman mau ke Sumatera Le, kamu mau nitip apa buat orang tuamu?”
Ahmad merasakan air matanya hendak jatuh. Jujur, ia sangat merindukan orang tuanya. Jika ditanya hendak nitip apa, ia ingin menjawab “Bawakan Umi dan Abi pulang kemari.” Namun semua hanya terbungkam, tersimpan dalam hati.
“Ahmad nitip salam rindu buat Abi dan Umi, Paman.” Dia benar-benar ingin menangis. Pak Mahfudz memeluk tubuh Ahmad.
    Di suatu hari di Sumatera. Pak Mahfudz berbincang-bincang dengan sang kakak, Pak Habib. Salah satunya adalah mengenai Ahmad. Hati orang tua mana yang tidak akan terenyuh dan sedih mendengar anaknya menderita. Pak Habib menangis dalam hati. Maka, ketika Pak Mahfudz pulang, dia menitipkan sepucuk surat untuk Pak Hasan. Isinya tidak banyak, hanya ucapan terimakasih, dan permohonan untuk menjaga dan merawat Ahmad dengan baik, jangan sakiti dia. Pak Hasan merasakan hawa yang tidak enak. Ahmad pasti melaporkan semua ini. Lagi-lagi Ahmad yang kena batunya. Pak Hasan dan Bu Hasan mendiamkan Ahmad sebagai protes mereka akan sikap Ahmad yang terlalu lancang menceritakan hal yang vital.  Ahmad semakin sedih. Dia semakin tidak betah, hingga akhirnya dia memutuskan untuk kabur dari  rumah.
    Dengan berbekal keberanian, dia menemuia Pamannya yang sudah kembali 2 minggu lalu. Ia utarakan maksud hati. Dia ingin menyusul kedua orang tuanya di Palembang. Pak Mahfudz sudah memberikan penjelasan pada Ahmad untuk bertahan di rumahnya terlebih dahulu, namun Ahmad sudah keras kemauan, ia nekad, jika tidak diizinkan dia akan pergi sendiri. Setelah melakukan rembug mendadak, akhirnya Pak Mahfudz mengatakan pada Sumiati bahwa ia akan ke Sumatera mengantar Ahmad.  Sumiati hanya mampu menahan tangis mengetahui adik satu-satunya akan pergi meninggalkan dia. Keberangkatan pun diatur secepat mungkin.
    Sungguh tiada hal terindah yang dialami selain dapat berjumpa dengan seseorang yang snagat dirindukan, itulah yang dialami Ahmad, selama dalam perjalanan dia sudah tidak sabar untuk segera sampai. Ia ingin memeluk Abi dan Uminya. Namun takdir adalah kuasa Tuhan. Manusia tiada yang dapat mengetahui, tidak dapat menghentikan ataupun memajukan. Begitulah yang dialami Ahmad, tanpa mampu menolak dia mendapati sosok tercinta, Abi, sudah tiada 5 jam yang lalu. Ahmad tidak sempat mengecup sejenak pipi keriput itu, tidak mampu menatap walau sejenak tubuh sang Ayah tercinta. Smeua sudah terkubur dalam gundukan tanah. Hanya sang Umi yang berusaha menguatkannya meski beliaupun jatuh dalam tangis yang dalam. Ahmad, tahu untuk apa dia datang ke Sumatera dengan segera, dia mulai menyadari, bahwa kedatangannya adalah untuk menemani Umi. Abi telah pergi, dengan begitu mendadak. Ahmad belum sempat berbakti lebih banyak, namun Allah sudah menjemput sang ayah. Ahmad hanya mampu menatap wajah layu sang Umi. Dia ingin menghapus air mata yang jatuh di pipi snag Bunda, namun tak kuasa, karena ia sendiri telah basah oleh air matanya sendiri. Ia hanya mampu tenggelam dalam pelukan umi. Ia ingin menguatkan sang Umi, namun belum mampu. Ia hanya mampu menanamkan niat, bahwa ia akan menjaga dan membahagiakan Umi, juga Mba Sumiati. Ahmad, si kecil yang mulai mengerti arti hidup. Dia hanya ingin istrirahat mala mini, dalam belaian Umi. Dia lelah, dia capek. Dalam bisikkan pelan, dia berdo’a pada Allah, bahwa rindunya pada Abi belum terobati, dia ingin bertemu Abi, meski entah kapan waktu itu datang. Dia selalu meminta pada Allah, untuk kelak di kumpulkan kembali dengan keluarga tercintanya. Amin.
              

Rabu, 01 Juni 2011

mahabakti

Pada tanggal 21 april 2011, sekolan kami MAN Yogyakarta 1 mengadakan kegiatan mahabakti di gunung kidul.kegiatannya cukup mengasyikan dan melelahkan.ketika kegiatan mahabakti berlangsung kita semua cepat-cepat mendirikan tenda masing2 yang telah dibagika karena akan datang waktu magrib.Di perkemahan saya sangat senang sekali,karena kita semua bisa kumpul bareng-bareng,makan bersama,bercanda,pokoknya seru banget......
Di perkemahan kita semua mandi harus ngantri,ngantrinya panjang banget kaya kereta api...he.paling seru ketika ada lomba,sanga saya megikuti lomba tarik tambang....walaupun sanga saya kalah takmasalah,karena dari kekalahan itu sanga kita menjadi kompak.....pokoknya banyak deh yang seru..
kegiatan mahabakti adalah kegiatan yang paling indah yang tak pernah terlupakan...

Selasa, 31 Mei 2011

mama

secerah mentari, bening dan
sejuk udara di pagi hari
mengungatkanku akan sesosok wajah ceria..
wajah yang penuh denga ketulusan
wajah yang penuh dengan kasih sayang..

masih teringat dalam benakku
14 tahun lalu..
ketika aku menangis
engkau dengan sabarnya menggendongku
ketikaku sedang sakit..
dengan sabarnya engkau menemaniku..
hanya dengan do'a dan bakti padamu ibu..
ku memohon pada tuhan
semoga engkau selalu diberi umur panjang..
sehingga aku bisa selalu menemanimu..
baktiku selalu besamamu..
ibu..